Merawat Masa Depan Sastra Anak Indonesia
“Merawat Masa Depan Sastra Anak
Indonesia”, Majalah Sastra Tarebung, Februari 2015
Merawat
Masa Depan Sastra Anak Indonesia
oleh
Iwan Ridwan
Dimanakah para
kritikus sastra anak Indonesia? Karya sastra anak telah banjir di pasaran.
Penulis sastra anak pun datang silih berganti. Mulai dari kalangan anak-anak,
hingga kaum dewasa. Kehadiran “Kecil-Kecil Punya Karya” (KKPK) telah menyedot
animo masyarakat sastra Indonesia. Namun sayang, belum ada sosok yang konsisten
mengungkap mutiara kehidupan dalam karya sastra anak Indonesia.
Membaca
sejarahnya, sastra anak telah melahirkan sejumlah karya yang berkualitas dan
pengarang ulung seperti Ardiwinata, Aman Dt. Madjoindo, M. Djajadisastra, M.
Soemaatmadja, Muhammad Moesa, M. Saleh, serta R. Satjadibrata yang dapat
disejajarkan dengan sastrawan adiluhung seperti Amir Hamzah, Chairil Anwar, Pramoedya,
ataupun Utuy Tatang Sontani.
Selepas
kepergian H.B. Jassin, Paus Sastra Indonesia, dunia kritik sastra Indonesia
masih nyala-redup; apalagi berbicara sastra anak di Indonesia. Sehingga, kehadiran
sastra anak masih dianaktirikan dalam khazanah kesusastraan Indonesia. Maka,
sastra anak beserta penulis dan karyanya akan tetap tenggelam dimakan zaman.
Berada di ketiak sastra dewasa, serta tak diketahui oleh generasi
kita: kini dan nanti. Sungguh
mengkhawatirkan!
Merawat Masa
Depan
Di Malaysia,
kehadiran sastra anak begitu diperlakukan dengan baik. Hal ini diungkap Dr. Nor
Hasimah dari Universiti Utara Malaysia dalam Seminar Internasional Sastra
Bandung (SISBA) (6/10). Di Eropa dan negara-negara maju lainnya, sastra
anak-anak diperkaya dengan karya-karya kanon. Karya-karya itu hadir dalam
bentuk adaptasi seperti King Lear (untuk anak-anak), di samping King
Lear yang selama ini dikenal (Durachman, 2007). Lantas, bagaimana di
Indonesia?
Penerbitan buku-buku bacaan anak di
Indonesia dimulai pada masa VOC (1668-1905). Landsdrukkerij, penerbit
terkenal saat itu mencetak buku sastra anak pertama berjudul “Syair dan Fabel Soenda” karya Muhammad Moesa (1862).
Setelah VOC mundur, Belanda mendirikan Komisi Bacaan Rakyat (Volkslectuur)
(1917) dan Balai Pustaka (1917-1942). Tercatat ada 44 buku sastra anak yang diterbitkan.
Namun sayang, aktivitas produksi tersendat ketika masa fasisme Jepang
(1942-1945). Tak pelak, hanya 1 buku anak yang terbit di masa tersebut (Ampera,
2015: 72).
Saat ini,
produksi bacaan (sastra) anak kian berkembang pesat. Hal ini dibuktikan oleh
aktivitas penerbitan novel anak di Indonesia yang mengalami perkembangan pesat.
Hingga tahun 2010, tercatat ada 204 novel anak yang terbit, dan tiap tahunnya
selalu mengalami pengingkatan (Purwati, 2011). Hal ini belum ditambah geliat
KKPK (Kecil-Kecil Punya Karya) yang semakin maju.
Tidak hanya itu,
sejumlah media massa (cetak dan digital) telah
menyediakan ruang untuk sastra anak agar
tetap eksis dan berkembang. Hal ini dibuktikan dengan rubrik-rubrik sastra anak
dengan tema yang variatif dan puisi-puisi anak yang tidak hanya menarik, tetapi
juga edukatif.
Sastra anak mampu
mengomunikasikan kearifan kehidupan lewat kesederhanaan, kejujuran, dan
karakteristik anak yang begitu menawan. Penelitian Bala (2015) menunjukkan
adanya sumbangsih sastra etnik (dongeng) dalam perkembangan moralitas anak
bangsa. Wibowo menunjukkan adanya kecerdasan dalam karya sastra anak yang
terbit di Kedaulatan Rakyat sepanjang 2012, yakni penyiasatan struktur
kalimat berupa gaya bahasa repetisi, paralelisme, klimaks, antiklimaks. Selain
itu, puisi-puisi anak juga meramu pencitraan gerak, penglihatan, dsb. dengan
gaya bahasa yang gemilang.
Menghidupkan
Kritikus Sastra
Hayati
(2015) menawarkan solusi agar sastra anak kembali tercetak dalam sejarah
kesusastraan Indonesia, yakni dengan menuliskan sejarahnya secara diakronik dan
sinkronik sehingga peradaban sastra anak dari masa ke masa tertanam dalam
kesusastraan Indonesia. Selain dokumentasi buku-buku bacaan (sastra) anak,
aktivitas kajian dan kritik terhadap buku sastra anak pun harus terus dilakukan.
Tercatat baru tiga buku yang komprehensif berbicara sastra anak. Ketiganya
antara lain: buku Bacaan anak-anak karya Dra. Riris K. Sarumpaet (1976),
buku Sastra Anak Pengantar Pemahaman
Dunia Anak karya Burhan Nurgiyantoro (2005), dan buku Sastra Anak dalam
Kajian Strukturalisme, Sosiologis, Semiotika, hingga Penulisan Kreatif karya Heru Kurniawan (2009). Ketiga buku
itu sama-sama membicarakan teori sastra anak, dan pendekatan untuk mengkaji
sastra anak.
Dari
ketiga sumber ini, sebetulnya kita mampu meneruskan perjuangan dokumentasi
kesusastraan anak di era digital saat ini. Penelitian Hayati (2015) berjudul Menuliskan
(Kembali) Sastra Anak dalam Sejarah Sastra Indonesia mengumandangkan
semangat bagi semua pegiat sastra Indonesia untuk sama-sama bergerak dalam
menuliskan (kembali) sastra anak dalam sastra Indonesia. Salah satu langkah
konkret yang bisa kita lakukan adalah mengkaji karya sastra anak yang ada
(prosa fiksi/non-fiksi, puisi lirik/naratif, dan drama) pada buku, koran,
majalah, dsb.
Jalan bagi kritikus
sastra anak masih terbuka lebar. Upaya untuk mengkaji dan mendalami sastra anak
harus terus digalakkan. Adapun peneliti-peneliti yang sudah meneliti sastra
anak harus mulai masif menyuarakan keberadaan sastra anak ke depan khalayak
sastra di Indonesia. Kajian-kajian yang dipublikasikan dalam forum seminar
ataupun jurnal harus disebarkan kepada masyarakat secara konsisten. Salah
satunya dengan memublikasikannya ke media massa (cetak dan digital), agar
kritik atas karya-karya sastra anak dapat menyebar secara luas. Maka, sastra
anak secara bertahap akan ajeg berdiri dan diakui sebagai sastra yang
berkontribusi terhadap perkembangan kesusastraan Indonesia.
Oleh karena itu, mulai saat ini
paradigma sastra anak adalah sastra kecil Indonesia harus disingkirkan dan
dibuang jauh-jauh. Mari kita menjadi kritikus sastra anak yang menanamkan
kecintaan terhadap sastra anak, sebagaimana sastra lain pada umumnya. Dengan
cara inilah monumen sastra anak akan berdiri kokoh. Berkumpul bersama bangunan sejarah
sastra Indonesia. Dan pengarang-pengarang sastra anak dulu, kini, dan nanti
akan dihargai layaknya sastrawan dalam sejarah kesusastraan Indonesia. Semoga!
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusLas Vegas - The Dr.Mcd
BalasHapusLas Vegas - The Dr.Mcd 김포 출장샵 is your guide 천안 출장샵 to travel through the world of Vegas, and even a 광주광역 출장샵 cheap casino 이천 출장마사지 card to bring you the all-new Hard Rock Hotel and Casino 보령 출장안마