Menilik Sejarah Valentine
MENILIK SEJARAH
VALENTINE:
Bolehkah Umat Islam merayakannya?
Bolehkah Umat Islam merayakannya?

Hari mulai berganti, bertepatan 14
februari 2014 tersiar kabar sebuah hari kasih sayang bertemakan valentine’s
day. Seiring masuknya beragam gaya hidup barat ke dunia Islam, perayaan
hari valentine pun ikut mendapatkan sambutan hangat, terutama dari kalangan
remaja ABG. Bertukar bingkisan valentine, semarak warna pink, ucapan rasa kasih
sayang, ungkapan cinta dengan berbagai ekspresinya, menyemarakkan suasana
Valentine setiap tahunnya, bahkan di kalangan remaja muslim sekali pun.
Sebelum
mengetahui bagaimana kedudukan valentine dalam Islam, mari buka kembali sejarah
awal mulanya muncul valentine’s day dari keterangan berikut: Agar lebih
mendekatkan lagi kepada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan
upacara Romawi Kuno ini menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint
Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan meninggal pada
14 Februari (The World Encylopedia, 1998).
Berdasarkan
Keterangan di atas tersirat bahwa perayaan hari valentine itu berasal dari
ritual agama Nasrani secara resmi. Kemudian sumber utamanya berasal dari ritual
Romawi kuno. Sementara di dalam tatanan aqidah Islam, seorang muslim diharamkan
ikut merayakan hari besar pemeluk agama lain, baik agama Nasrani ataupun agama
paganis (penyembah berhala) dari Romawi kuno.
Katakanlah,
“Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu
bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah
apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang
Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 1-6)
Fatwa Majelis
Ulama Indonesia tentang haramnya umat Islam ikut menghadiri perayaan Natal
masih jelas dan tetap berlaku hingga kini. Maka seharusnya ada fatwa yang
mengharamkan perayaan valentine khusus buat umat Islam. Mengingat bahwa masalah
ini bukan semata-mata budaya, melainkan terkait dengan masalah aqidah, di mana
umat Islam diharamkan merayakan ritual agama dan hari besar agama lain.

Islam
mengharamkan segala hal yang berbau syirik, seperti kepercayaan adanya dewa dan
dewi. Dewa cinta yang sering disebut sebagai dewa Amor, adalah cerminan aqidah
syirik yang di dalam Islam harus ditinggalkan jauh-jauh. Padahal atribut dan
aksesoris hari valentine sulit dilepaskan dari urusan dewa cinta ini.
Akhirnya, semangat
Valentine ini tidak lain adalah semangat yang bertabur dengan simbol-simbol
syirik yang hanya akan membawa pelakunya masuk neraka, naudzu billahi min
zalik. Oleh karena itu, dalam
Islam tidak ada Valentine, sebab Valentine merupakan istilah impor dari agama
di luar Islam. Bahkan latar belakang sejarah dan esensinya pun tidak sejalan dengan
Islam. Namun, apabila yang diperlukan
adalah perwujudan rasa kasih sayang menurut syariah Islam, tentu saja Islam
merupakan ‘gudang’ nya kasih sayang. Tidak sebatas pada orang-orang terkasih
saja, bahkan kasih sayang kepada semua orang, sekaligus hewan pun berhak mendapatkan
kasih sayang.
Semoga
Allah menjadikan kita termasuk dalam golongan orang-orang yang disebutkan dalam
hadits qudsi. Allah SWT berfirman yang artinya, “Kecintaan-Ku adalah bagi
mereka yang saling mencintai karena Aku, yang saling berkorban karena Aku dan
yang saling mengunjungi karena Aku.” (HR. Ahmad).
Komentar
Posting Komentar