Kemerdekaan pada Lensa TKI



“Kemerdekaan pada Lensa TKI”*
oleh Iwan Ridwan
Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi serta kemiskinan yang banyak terjadi di negara-negara berkembang merupakan salah satu pemicu terjadinya migrasi. Perpindahan penduduk di negara berkembang ke negara yang lebih maju disebabkan oleh rendahnya tingkat upah serta kurangnya ketersediaan lapangan pekerjaan di negara-negara berkembang. Dalam hal ini, Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki sumber daya alam melimpah belum mampu memaksimalkan potensi kekayaan alam yang dimilikinya, sehingga banyak warga Indonesia yang memilih bekerja di luar negeri khususnya menjadi seorang buruh migran atau lebih dikenal dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah (Pasal 1 bagian (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri). TKI merupakan penghasil devisa terbesar kedua bagi negara setelah industri minyak dan gas. Meskipun demikian, tidak sedikit para TKI harus mempertaruhkan nyawanya di luar negeri, hal tersebut ditunjukkan dengan maraknya kasus-kasus penyiksaan yang diterima para TKI, terutama para pekerja wanita (TKW) yang sering tertimpa hukuman pancung karena berbagai faktor yang menyertainya.
Status Indonesia yang telah mendeklarasikan kemerdekaannya dari tangan kolonialisme serta pendudukan jepang, nampaknya belum dapat dirasakan oleh sebagian rakyatnya yang masih jauh dari berkecukupan, dilihat dari aspek ekonomi Indonesia yang perbedaannya sangat mencolok antara si Kaya dan Si Miskin. Hal tersebut menjadi salah satu faktor pemicu banyak rakyat Indonesia khususnya wanita memilih untuk bekerja menjual tenaga yang dimilikinya dengan menjadi seorang buruh migran di luar negeri.
Makna kebebasan sama halnya dengan makna kemerdekaan, yang keduanya sama-sama merujuk pada suatu hal yang bersifat tidak terikat dan jauh dari interferensi. Hubungan keduanya dengan seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) tentu sangat erat mengingat TKI adalah seorang warga negara Indonesia yang keberadaannya wajib dilindungi oleh negara khususnya ketika seorang TKI bekerja di luar negeri sebagai seorang buruh migran. Nilai Hak Asasi Manusia yang seharusnya bersifat mutlak bagi setiap orang, nyatanya belum dirasakan oleh para pekerja Indonesia di luar negeri khususnya para Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang sering mendapat perlakuan-perlakuan yang menyalahi nilai-nilai Hak asasi manusia, seperti penyiksaan, pelecehan seksual, pemerasan, dan lain-lain.

Segala bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang menerpa para  TKI di luar negeri adalah suatu tanggung jawab negara khususnya pemerintah. Pemerintah selaku badan penyelenggara negara wajib menjamin hak-hak yang sudah sepantasnya dimiliki oleh seorang buruh migran yakni TKI. Pemerintah wajib menjamin keamanan jiwa para TKI ketika bekerja di luar negeri. Salah satu peristiwa yang dapat ditarik di sini adalah kasus hukuman pancung yang menimpa salah seorang tenaga kerja wanita asal semarang yakni Satinah.
Satinah harus memperjuangkan haknya untuk tetap bertahan hidup dihadapan pemerintahan Arab Saudi karena dituduh melakukan pembunuhan berencana terhadap majikannya serta upaya pencurian. Selama menjalani persidangan Satinah tidak di dampingi satupun pengacara, penerjemah, maupun konselor. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa nilai kemerdekaan bagi TKI belum terasa sampai akar-akarnya. Melihat kondisi tersebut, seharusnya pemerintah bersikap cepat tanggap dalam mengatasi segala bentuk permasalahan yang menimpa TKI seperti halnya kasus yang diterima Satinah, karena pada kenyataannya Pemerintah hanya menunggu dan menunggu. Sedangkan, nyawa sedang terombang-ambing dipertaruhkan.
Dari kasus Satinah di atas, segala bentuk kasus yang menimpa TKI harusnya mejadi bahan refleksi Pemerintah untuk melakukan perubahan dan pengawasan yang ketat serta mencari solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang menerpa para TKI di luar negeri. Berbicara perihal kemerdekaan, kita tidak dapat melepaskan diri pada suatu bentuk nomina dalan ilmu bahasa berkaitan dengan konteks pragmatisnya yang seringkali ke luar dari konsep-konsep semantis kemerdekaan itu sendiri. Kemerdekaan pada lensa TKI bagaikan kue lapis yang berkonotasi bahwa sistem birokrasi di Indonesia yang berlapis dan rumit menjadikan Indonesia sangat sulit menjamin kemerdekaan tiap individu warganya karena seringkali saling lempar keputusan satu sama lain.
Meskipun demikian, harapan kemerdekaan dalam arti segala aspek kehidupan terpenuhi, masih menjadi impian bagi seluruh lapisan masyarakat di Indonesia khususnya para TKI. Segala bentuk upaya dari seluruh komponen masyarakat khususnya pemuda, membawa angin segar bagi kelangsungan kehidupan bernegara, karena salah satu unsur penggerak majunya suatu negara adalah para generasi penerusnya yakni Pemuda. Semoga pemuda senantiasa berkembang dan bersatu guna mewujudkan kemerdekaan seutuhnya.

*Naskah terbaik 1 lomba Artikel Jounal.is.me Univ. Telkom Bandung 2014

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Watermark

Naskah dan Teks

Pengantar teori filologi